Jumat, 19 Juni 2009

ASAL- USUL NAMA TANAH BUMBU

Pada zaman Kerajaan Kuripan yang saat itu mengalami perang saudara, tersebut seorang patih Kerajaan Kuripan yang bernama Patih Aria Manau dan sangat disegani akhirnya pergi menghindar dari kericuhan perang saudara bersama putrinya yang bernama “Putri Pitung” dan dua orang temenggung setia akhirnya tiba di Sadurangas yang kelak berubah nama jadi Kerajaan Pasir.
Kerajaan Pasir berdiri pada tahun 1575, dengan raja pertama adalah Putri Pitung yang kemudian menikah dengan seorang mubaligh dari Giri turunan Arab. Dalam menentukan sebuah kawasan pemukiman Patih Aria Manau berpanutan pada tradisi leluhur yang sudah memberikan ketentuan pada kawasan berlokasi strategis dan subur dengan ciri- ciri “Tanah terasa hangat dan harum”.
Pada awal abad ke 17 Masehi terjadi pemusnahan bandar-bandar Pantai Utara Jawa oleh Sultan Agung, ini mengakibatkan perubahan rute perdagangan ke Maluku yang dahulu melaui Gresik, Bali, Sunda Kecil ke Banda berubah menjadi melalui Kalimantan Selatan, Makasar, Patani, Tiongkok atau Cina. Dengan adanya perubahan rute perdagangan ini menjadikan Banjarmasin sebagai salah satu “Stasiun Antara” dalam perdagangan internasional,
Secara tak langsung perubahan rute perdagangan ini telah menjadikan perairan Kalimantan Tenggara sebagai salah satu alur lalu lintas perdagangan sekaligus sebagai tempat persinggahan bagi para pedagang. Kawasan yang terletak di bagian Tenggara Kalimantan ini kaya akan hasil bumi, baik itu berupa hasil hutan, laut/perairan, tambang dan lain-lain, hingga menjadi daya tarik bagi para pendatang untuk datang ke daerah ini, seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang Bugis, Mandar, Cina dan lain-lain. Selain itu ada sebagian pendatang yang datang hanya untuk melakukan perdagangan, seperti, Perancis dan Inggris banyaknya pendatang yang datang disekitar wilayah ini, mengakibatkan kawasan ini menjadi daerah yang rawan akan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh para bajak laut.
Pada pertengahan abad ke 18, di Kalimantan Tenggara di sekitar wilayah Kerajaan Pasir hingga ke arah selatan, mulai berdiri beberapa kerajaan kecil disekitarnya, yang antara lain :
- Kerajaan Dinding Papan di Cantung/Sampanahan
- Kerajaan Cengal
- Kerajaan Batulicin di Batulicin
- Kerajaan Pagatan di Kusan Hilir
- Kerajaan Lasung di Kusan Hulu
- Kerajaan Sebamban di Angsana dan Satui
Latar belakang kerajaan-kerajaan yang terdapat di wilayah Kalimantan Tenggara pada umumnya merupakan bagian dan keturunan dari kerajaan Banjar seperti Kerajaan Pasir (keturunan Raja Pasir akhirnya membentuk kerajaan baru seperti; Kerajaan Dinding Papan di Cantung/Sampanahan dan Cengal), Kerajaan Lasung di Kusan Hulu serta Kerajaan Sebamban di Angsana dan Satui sekitar abad XVIII. Pertengahan abad XVIII datang orang-orang Bugis, dengan seijin Raja Banjar yang berkuasa saat itu akhirnya berdiri sebuah kerajaan baru yaitu Kerajaan Pagatan kemudian diikuti dengan berdirinya Kerajaan Batulicin.
Banyaknya hasil bumi dari daerah ini yang antara lain: rempah-rempah, rotan, damar, gaharu, batu mulia, emas, sarang burung walet, batubara dan lain-lain, mengundang V.O.C. (Belanda) melakukan politik monopoli dagang untuk menguras hasil bumi daerah ini, dengan alasan untuk mengamankan sekitar kawasan daerah ini dari para perompak, V.O.C. datang dengan pasukannya dan sekaligus mencengkramkan kekuasaannya di daerah ini. Selanjutnya pihak V.O.C. menyebut daerah ini dengan nama “Tanah Bumbu”, hal ini dipertegas pihak pemerintahan Kolonial Belanda dalam system tatanan pemerintahannya.
Di bawah pemerintahan Kolonial Belanda, Kalimantan merupakan suatu daerah Gouverment, yang terbagi dalam dua keresidenan, yaitu Westerafdeeling Van Borneo dan Zuider-en Oosterafdeeling Van Borneo. Pada tahun 1912, Zuider-en Oosterafdeeling Van Borneo terbagi dalam 5 afdeeling yaitu :
1. Afdeeling Banjarmasin
2. Afdeeling Hulu Sungai
3. Afdeeling Kapuas Barito
4. Afdeeling Samarinda dan Bulungan Berau
5. Afdeeling Kalimantan Tenggara
Afdeeling Kalimantan Tenggara membawahi 3 Onderafdeeling yaitu:
1. Onderafdeeling Pasir
2. Onderafdeeling Pulau Laut
3. Onderafdeeling Tanah Bumbu Selatan
Tahun 1933, Onderafdeeling Pulau Laut, Tanah Bumbu dan Pasir kembali masuk dalam wilayah Afdeeling Banjarmasin dan dilebur menjadi satu Onderafdeeling Pulau Laut dan Tanah Bumbu yang beribukota di Kotabaru yang terdiri dari 3 Kewedanaan yaitu :
1. Kewedanaan Pulau Laut dengan ibukota Kotabaru
2. Kewedanaan Pasir dengan ibukota Tanah Grogot
3. Kewedanaan Tanah Bumbu Selatan dengan ibukota Pagatan.
Hal yang mendukung populernya nama suatu daerah adalah
- Ciri khas daerah itu sendiri dengan aneka ragam sumber daya alamnya
- Berkembangnya penduduk di sekitar kawasan tersebut.
- Gelar/sebutan yang di gunakan orang lain berdasarkan ciri khas daerah.

B. BATAS DAN LUAS WILAYAH
Secara umum masyarakat Kalimatan Selatan mengenal Tanah Bumbu merupakan kawasan yang terdapat di bagian tenggara Kalimantan, yaitu meliputi kawasan bagian selatan Kalimantan Timur antara lain Pasir. Kawasan bagian tenggara Kalimantan Selatan antara lain: Pamukan, Kelumpang, Cantung, Pantai, Batu Besar, Senakin, Batulicin, Pagatan, Satui dan sekitarnya. Tercatat pada klaim wilayah Tanah Bumbu oleh pejuang penuntutan Kabupaten Tanah Bumbu pada tahun 1970, kawasan Tanah Bumbu mencapai daerah kepulauan Sembilan, semakin meluasnya daerah ini akhirnya kawasan ini terbagi dua, yaitu: kawasan Tanah Bumbu Utara dan kawasan Tanah Bumbu Selatan.
- Tanah Bumbu Utara meliputi: Pasir, Grogot, dan Pamukan
- Tanah Bumbu Selatan meliputi: Kelumpang dan sekitarnya, Batulicin,Kusan, Pagatan, Sungai Loban, Sebamban, Satui dan Kepulauan Sembilan.
Namun setelah melalui proses yang cukup panjang dan lama akhirnya Kabupaten Tanah Bumbu terbentuk hanya dengan 5 (lima) kecamatan di dalamnya, yang antara lain adalah:
1. Kecamatan Batulicin dengan ibukota Kampung Baru
2. Kecamatan Kusan Hilir dengan ibukota Pagatan
3. Kecamatan Kusan Hulu dengan ibukota Lasung
4. Kecamatan Satui dengan ibukota Sungai Danau
5. Kecamatan Sungai Loban dengan ibukota Sari Mulya.
Dan berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Hampang, Kecamatan Kelumpang Hulu dan Kecamatan Kelumpang Selatan Kabupaten Tanah Bumbu.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Laut
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Dengan luas wilayah: 5.006.96 km2, dan terletak diantara 1150 15” – 1160 04” Bujur Timur dan 02o 52” – 03o 47” Lintang Selatan.

C. PENDUDUK
1.Penduduk Asli
Penduduk asli Tanah Bumbu adalah masyarakat Dayak Bukit yang berdomisili di sepanjang kawasan kaki Pegunungan Meratus dan Dayak Pinggiran/Pesisir mata pencarian masyarakat Dayak Bukit adalah berburu dan berladang berpindah, sedangkan Dayak Pinggiran/Pesisir sebagian merupakan peladang menetap pencari ikan, berdagang dan mencari sarang burung walet.

2.Pendatang Mayoritas
a. Banjar
Masyarakat tertua di kawasan Tanah Bumbu setelah Dayak adalah masyarakat Banjar Kuala dan Banjar Sungaian, yang berasal dari daerah Sungaian yang ada di wilayah Kalimantan terutama Banjarmasin dan Martapura. Masyarakat Dayak yang membaur (melakukan perkawinan) dengan masyarakat pendatang, seperti dari India, Jawa, Arab, Malaka dan lain-lain lebih suka menyebut dirinya dengan suku Banjar Melayu atau Banjar Sungaian, sebagian besar dari mereka memeluk agam Islam yang di siarkan oleh para pendatang dari Jawa, Arab,Gujarat dan Malaka serta rata-rata dari mereka menetap di daerah pingiran/pesisir, sedangkan suku Dayak yang tinggal dipedalaman dan masih menganut agama asal (Animisme atau Kaharingan), Kristen dan Katholik yang di siarkan oleh pendatang dari Eropah (misionaris) dan Kolonial Belanda, mereka lebih suka menyebut dirinya dengan suku Dayak.
Mata pencaharian masyarakat Banjar ini adalah berdagang atau lebih tepatnya melakukan barter dengan para pedagang, yang kebetulan maupun sengaja berlayar melintasi perairan disekitar wilayah Tanah Bumbu. Masyarakat Banjar ini menetap didaerah pesisir, pinggiran sungai dan muara. Sebagian dari mereka bekerja sebagai pemburu, pengumpul hasil hutan seperti: rotan, gaharu, kayu-kayu berkualitas, sarang burung walet, rempah-rempah serta buah-buahan yang menjadi keperluan para pedagang. Pada masa ini juga sangat banyak hasil bumi Kalimantan yang menjadi incaran para pedagang seperti batu mulia dan emas. Sebagai timbal baliknya masyarakat Banjar ini menerima beberapa keperluan hidup bagi mereka seperti kain sutera yang halus, keramik, piring, mangkok, guci, tempayan, perhiasan jadi, gula, garam, beras dan lain- lain. Para pedagang yang sudah melakukan barter ini berasal dari daratan Asia seperti, Cina dan Kamboja.
Ada sebagian masyarakat Banjar yang berasal dari masyarakat Banjar Hulu Sungaian (pedalaman Kalimantan) menyeberang ke Tanah Bumbu dan melintasi pegunungan Meratus lalu menetap di hulu- hulu sungai. Mata pencaharian masyarakat Banjar pedalaman ini adalah berladang dan berburu. Diperkirakan masyarakat Banjar masuk di Tanah Bumbu dari abad 14 hingga abad 16 sejak berkembangnya Kerajaan Banjar dan saat terjadinya perang saudara dikalangan Keluarga Kerajaan.
Terbukanya jalur perdagangan dibeberapa kerajaan di Kalimantan dan Jawa terhadap kerajaan lain di bagian Selatan Asia membuat maraknya arus lintas pelayaran dikawasan perairan Tanah Bumbu.

b. Bugis
Masyarakat Tanah Bumbu merupakan salah satu masyarakat terbesar dan menyebar di setiap bagian pesisir wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Hingga pertengahan abad 18 sebagian besar wilayah Tanah Bumbu merupakan hutan belantara. Meskipun demikian, daerah ini yang secara politis masuk wilayah Kerajaan Banjar tidak berarti tak berpenghuni sama sekali. Di awal abad ke 18 di tempat ini telah datang pedagang-pedagang Bugis yang dipimpin oleh “Matoa Dagang”, dengan demikian sejak itu diwilayah tersebut di duga telah ada perkampungan atau setidaknya ada pemukiman penduduk yang memungkinkan berlangsungnya perekonomian
Ada sebagian pendatang Bugis yang berasal dari Wajo Sulawesi Selatan yang dipimpin Puanna Dekke kemudian menetap dan atas seijin Sultan Banjarmasin yang bergelar Panembahan Batu lalu mendirikan sebuah Kerajaan kecil di daerah Pagatan yaitu bagian Selatan pesisir wilayah Tanah Bumbu sekitar tahun 1761 (dari catatan “Lontara” oleh Kapiten La mattone).
Jauh beberapa tahun sebelumnya dibagian Utara Kalimantan Tenggara sudah terdapat kerajaan yang sudah membaur dengan masyarakat Bugis Gowa Sulawesi Selatan seperti Kerajaan Pasir, Kerajaan Cengal dan Kerajaan Dinding Papan di Cantung. Ada sebagian dari masyarakat Bugis dari daerah-daerah ini yang menyebar dan membaur dengan masyarakat sekitarnya. suku Bugis nelayan diperkirakan datang sekitar 1903 dipimpin oleh La Muhamma kemudian membentuk perkampungan baru dan budaya baru.
3. Pendatang Minoritas
Hal-hal yang mendukung berkembangnya sebuah perkampungan antara lain adalah majunya perdagangan disertai perkembangan jumlah penduduk, memungkinkan berjalannya sistem perekonomian.
Dengan sumber daya alam yang sangat melimpah di Kalimantan sudah mengundang berbagai pihak untuk datang ke wilayah ini selain sebagai pedagang sebagian dari mereka ada yang menetap, berkeluarga dan membangun sebuah hubungan kekeluargaan dengan berbagai kalangan, baik dari kalangan satu suku maupun terhadap suku lainnya hingga akhirnya terjadi pembauran dalam satu masyarakat .
Adapun masyarakat pendatang minoritas antara lain adalah :

a. Arab
Bangsa Arab datang ke Kalimantan termasuk wilayah Tanah Bumbu selain untuk berdagang adalah juga untuk menyiarkan agama Islam, mereka masuk ke Kalimantan sebagian besar melalui daerah- daerah pesisir. Bangsa Arab datang ke Kalimantan Tenggara sekitar abad ke 18 akhir, terbukti dengan adanya Situs Makam Penguasa Daerah Sebamban sekitar Desa Angsana.

b.Cina
Terbukanya alur perdagangan di Kalimantan Timur pada masa pemerintahan Mulawarman sekitar abad ke 5, membuat para saudagar Cina berdatangan saling tukar benda-benda keramik, piring, kain dan lain- lain dengan beberapa hasil bumi Kalimantan hingga akhirnya terjalin hubungan dagang, dari tahun ke tahun semakin banyak pendatang dari Cina ke Kalimantan yang akhirnya bukan hanya untuk berdagang tetapi ada sebagian yang menetap hingga mencapai wilayah Tanah Bumbu.

c. Madura
Diperkirakan suku Madura datang ke Tanah Bumbu dengan jumlah yang agak besar pada tahun 1920-an, mereka datang ke Tanah Bumbu untuk mengadu nasib dikarenakan keterbatasan sumber daya alam di kampung halamannya.
Suku Madura tinggal di kebun-kebun kelapa para keluarga bangsawan dan bekerja sebagai petani penggarap, lingkup kerja mereka sebagai petani penggarap mencakup menebas rumput yang tumbuh setiap 40 hari sekali, memetik buah kelapa (mappaturung) secara berkala, menembok (menggali kembali parit-parit antara pohon kelapa untuk kesuburan), beternak ayam, itik dan sapi.
d. Jawa, Bali dan Lombok
Secara umum masyarakat Jawa, bali dan Lombok datang di Tanah Bumbu pada saat maraknya Program Transmigrasi dari pemerintah antara tahun 1905- 1998.
Ada konteks sejarah yang mengatakan bahwa pada awal zaman Kerajaan Banjar sudah terjalin hubungan kekerabatan yaitu dengan adanya perkawinan Putri Jungjung Buih dengan Raden Putra dari Kerajaan Majapahit dan dari perkawinan ini akhirnya memberikan keturunan baru bagi kerajaan-kerajaan baru di sekitar wilayah Tanah Banjar termasuk Tanah Bumbu.
Hingga pada saat masuknya bangsa asing di kawasan Indonesia, yaitu pada masa kekuasaan Belanda dan Jepang, kawasan ini kembali dimasuki pendatang dari Jawa, Bali, Lombok, Manado dan Ambon yang difasilitasi pihak yang berwenang saat itu.
Sejak tahun 1905, pemerintah Belanda memulai program Kolonisasi, dengan alasan mengatasi kelaparan di beberapa daerah di Pulau Jawa, dan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Pulau Jawa.
Jepang, walaupun hanya memerintah 3,5 tahun, juga melakukan hal yang sama, dengan nama Kokuminggakari, dengan tujuan untuk membangun tentara cadangan dan buruh perkebunan (Romusha) untuk menghasilkan cadangan pangan bagi kebutuhan perang.
Diawal kemerdekaan Indonesia, pemerintah melanjutkan program Pemerataan Penduduk tersebut dengan bertujuan memantapkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meningkatan kesejahteraan penduduk dan pembangunan daerah, dan lain- lain. Dengan tujuan yang bisa dibuat list yang panjang, kemudian Indonesia melanjutkan program pemerataan penduduk yang di mulai tahun 1950 hingga tahun 1998 dengan nama Transmigrasi.

e. Suku- suku lain yang lebih minoritas
Selain suku Jawa, Bali dan Lombok, masih terdapat beberapa suku minoritas lain yang tinggal dikawasan Tanah Bumbu di mana dalam proses domisilinya didukung oleh masuknya sistem pemerintahan Kolonial Belanda. Suku- suku ini antara lain adalah Manado dan Ambon, bahkan ada yang dari negara lain seperti India, mereka datang sebagai aparat pertahanan dan keamanan pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian selanjutnya pada masa kemerdekaan menjadi aparat pemerintahan Republik Indonesia dan menetap, membaur dengan masyarakat lokal.

D. PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN 
Setelah Sultan Adam (1825-1857) turun dari kerajaan Banjar, suasana politik dikerajaan tersebut semakin memanas termasuk kerajaan yang terdapat di wilayah Tanah Bumbu, pertentangan-pertentangan itu juga membawa akibat terhadap keberadaan Belanda di Banjarmasin. Maka sebelum hal itu terjadi pemerintah Belanda memproklamasikan penghapusan kerajaan Banjar oleh T.N Nieuwenhuizen (komisaris pemerintah Belanda) pada tanggal 11 Juni 1860.
Akan tetapi, proklamasi penghapusan kerajaan Banjar justru melahirkan gerakan perlawanan oleh para bangsawan dan pemimpin agama hingga tahun 1905. Hal ini berakibat dengan kerajaan-kerajaan kecil seperti Kerajaan Sebamban, Kerajaan Pagatan dan Kusan, Kerajaan Batulicin, Kerajaan Pulau Laut, Kerajaan Cantung/Sampanahan, Kerajaan Pasir (bagian timur dan tenggara Kalimantan) yang secara formal politis berada dibawah kerajaan Banjar turut bergejolak, dan dengan sendirinya menolak kesepakatan tersebut. Namun demikian sistem pemerintahan kerajaan di Tanah Bumbu akhirnya dihapuskan pemerintah Belanda antara tahun 1903 dan tahun 1912, seiring dengan berakhirnya perang Banjar tahun 1905.
Pada tahun 1903, Resident De Zuider-en Oosterafdeeling Van Borneo, Ryksman, mengajukan lagi kontrak baru kepada para penguasa kerajaan untuk memperbaharui lagi kontrak yang pernah dibuat. Kontrak baru tersebut bersifat terlalu menghina, sangat membatasi kekuasaan, dan tidak bebas untuk mengatur pemerintahan masing-masing. Untuk harga diri, akibatnya kontrak tersebut tidak di tandatangani. Namun pemerintah kolonial membalas dengan paksaan dan tekanan, sehingga raja-raja tersebut menyerahkan seluruh urusan pemerintahan kepada pihak Belanda.
Dengan Staatsblad 1903 No. 179 yang diberlakukan tanggal 1 Januari 1905, kerajaan-kerajaan kecil di Tanah Bumbu dihapuskan dan langsung masuk wilayah pemerintahan Belanda kecuali Kerajaan Pagatan dan Kusan adapun kerajaan yang telah dihapuskan adalah: Kerajaan Sebamban, Batulicin, Pulau Laut, Kerajaan Cantung/Sampanahan dan Kerajaan Pasir, namun secara resminya kerajaan-kerajaan ini dihapuskan sekitar tahun 1908. Pada tanggal 1 Juli 1912 dengan Staatsblad 1912 No.312, kerajaan Pagatan dan Kusan dihapuskan. 
Dibawah pemerintahan Hindia Belanda, daerah Kalimatan merupakan satu Gouverment yang terdiri dari 2 Keresidenan yaitu Keresidenan Westerafdeeling Van Borneo dan Keresidenan Zuider-en Oosterafdeeling Van Borneo.
Kalimantan (Borneo) dibagi 2 Residen, yaitu :
1. Keresidenan : Weterrafdeeling Van Borneo yang terdiri dari empat Afdeeling yaitu:
a. Afdeeling Pontianak
b. Afdeeling Singkawang
c. Afdeeling Sintang
d. Afdeeling Ketapang

2. Keresidenan Zuideren Oosterrafdeeling Van Borneo
a. Afdeeling Banjarmasin
- Onder Afdeeling Pelaihari
- Onder Afdeeling Marabahan
- Onder Afdeeling Martapura
- Onder Afdeeling Pulau Laut
b. Afdeeling Hulu Sungai
c. Afdeeling Kapuas Barito
d. Afdeeling Samarinda dan Bulungan Berau
Tahun 1912 wilayah keresidenan Zuider-En Oosterafdeeling di mekarkan menjadi 5 (lima) Afdeeling yaitu Afdeeling Kalimantan Tenggara, dimana Pulau Laut termasuk di dalamnya.
e. Wilayah Kalimantan Tenggara
- Pasir
- Pulau Laut
- Tanah Bumbu Selatan
Tahun 1912, kerajaan Pagatan dan Kusan, Batulicin, Sebamban di masukkan ke dalam Onderafdeeling Tanah Bumbu Selatan yang beribukota di Pagatan, dengan demikian Pagatan berkedudukan seorang Kontelir.
Tahun 1933, setelah di tutupnya tambang batubara di Sebelimbingan (Pulau Laut) dan Gunung Batu Besar, Kalimantan Tenggara terdiri dari 3 Onderafdeeling, kemudian berubah menjadi 1 (satu) Onderafdeeling, yakni Onderafdeeling Pulau Laut dan Tanah Bumbu yang masuk kembali ke wilayah Afdeeling Banjarmasin.
Onderafdeeling Pulau Laut dan Tanah Bumbu yang beribukota di Kotabaru terdiri dari 3 kewedanaan, yaitu kewedanaan Pasir, kewedanaan Pulau Laut dan kewedanaan Tanah Bumbu Selatan yang beribukota di Pagatan. Struktur pemerintahan tersebut berlaku hingga Perang Pasifik pecah.
Kemudian Jepang berkuasa di Indonesia, susunan pemerintahan Jepang disesuaikan dengan bentuk kekuasaan saat itu, Kalimantan Tenggara di bawah Keigun/Angkatan Laut. Hirarki pemerintahan Jepang adalah Ken-Kanrekan, Boenker-Kenrikan dan Gon-Tju.
Ken-Kanrekan (asisten residen zaman Hindia Belanda) meliputi wilayah Afdeeling Kotabaru.
Boenker-Kenrikan (kontelir zaman Belanda) meliputi Onderafdeeling-Onderfdeeling Pulau Laut, Tanah Bumbu Selatan dan Tanah Grogot.
Gon-Tju (wedana) sebagai ibukota Tanah Bumbu Selatan, maka Pagatan dibawah pendudukan Jepang berkedudukan seorang Boenker-Kenrikan.
Sistem pemerintahan ke wedanaan di Tanah Bumbu Selatan berlaku hingga tahun 1973, ke wedanaan di ubah menjadi Daerah Pemerintah Kecamatan, dengan demikian di Tanah Bumbu (tanpa Selatan) di adakan Daerah Kawasan Pembantu Bupati.
Tahun 2003, Tanah Bumbu menjadi Pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Tanah Bumbu, tepatnya tanggal 27 Januari disetujui dan tanggal 8 April diresmikan.

1 komentar: