Rabu, 17 Juni 2009

Membaca Email Prita Mulyasari

“Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi.”

Apa yang Anda pikirkan ketika sebuah surat, tulisan, email, sms atau pembacaan dibuka dengan kalimat tersebut? Peringatan. Sama seperti apa yang tertera dalam tayangan-tayangan di TV. “Peristiwa ini hanyalah rekaan semata.” Kalimat tersebut hanyalah sebuah pesan yang berharap agar kejadian yang di paparkan tidak berulang lagi.

Namun dalam kasus Prita Mulyasari vs OMNI International Hospital, kalimat ini nampaknya dilewatkan begitu saja. Terutama oleh pihak OMNI.

Saya duga pihak OMNI langsung masuk ke kalimat ke dua : “Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.”

Dua kalimat berurutan dalam satu alinea ini merupakan satu hal yang menurut saya sangat krusial. Karena akan mempengaruhi cara pandang Anda terhadap kalimat-kalimat berikutnya yang di tulis oleh Prita Mulyasari. Misalnya kalimat: “Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa.”

Dari kacamata positif, Prita menyatakan bahwa RS OMNI seharusnya bisa lebih jujur kepada pasien dan keluarga sehingga tidak akan menimbulkan praduga yang bermacam-macam. Dari kacamata negatif, Prita menyatakan bahwa RS OMNI bertindak secara otoriter dan tidak transparan.

Kalimat-kalimat lain juga bisa ditafsirkan demikian:

“Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik.” Ini adalah opini seorang konsumen. Sebagai konsumen Prita, berhak untuk menyatakan komplain ini.

Kalimat seperti ini memang bertebaran di banyak alinea pada email Prita. Masalahnya, dari mana pembaca memandangnya. Jika dilihat dari sudut pandang positif, email ini merupakan komplain dan masukan bagi RS OMNI. Namun jika dikatakan sebagai pencemaran nama baik, jika memang dipaksakan bisa juga.

Sekarang kita lihat secara lebih luas, apa yang ingin disampaikan oleh Prita. Dalam email tersebut, dan juga berita di Metro TV tanggal 3 Juni, dikisahkan bahwa Prita sedang sakit dan ingin sembuh. Ia lalu datang ke RS Omni Internasional. Dia beranggapan bahwa embel-embel “internasional” ini merupakan jaminan kualitas layanan.

Setelah pemeriksaan awal Prita mendapat informasi bahwa trombositnya turun, sehingga ia wajib mengikuti rawat-inap. Namun kemudian ada informasi, yang diklaim resmi, bahwa trombositnya normal. Namun yang janggal adalah mengapa rawat inapnya masih berjalan. Ini merupakan kekecewaan yang pertama.

Peristiwa berikutnya adalah tangan Prita yang bengkak. Karena khawatir, Prita mempertanyakan hal ini kepada dokter dan perawat. Namun tak ada jawaban yang jelas. Ini adalah kekecewaan yang kedua.

Karena dua kekecewaan inilah, email dengan judul “Penipuan OMNI Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang” dibuat. Judul ini memang terkesan sebagai sesuatu yang negatif.

Oleh Prita, email ini dikirim kepada temannya. Karena menarik, oleh teman-temannya email ini disebarluaskan. Jadi Prita sebenarnya hanya ingin berkeluh kesah mengenai kejadian yang menimpa dirinya kepada beberapa teman. Ia tidak pernah berpikiran untuk mempublikasiklan secara besar-besaran kejelekkan OMNI.

Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini?

Pertama, belum banyak orang yang mampu membedakan antara masukan, kritikan dan penghinaan.

Kedua, berhati-hatilah jika ingin menyampaikan keluhan atau kitikan. Gunakan inisial. Jangan terlalu spesifik terhadap identitas.

Ketiga, kebebasan untuk berpendapat, meski sulit, harus tetap diperjuangkan.

Keempat, sampaikan harapan, bukan kecaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar